"SELAMAT DATANG DI BLOG ORANG-ORANG PRIBUMI"

Sabtu, 03 Desember 2011

Talak Sebelum Jima’, Apakah Wajib Ber-Iddah ?

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu menceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-kali TIDAK WAJIB ATAS MEREKA IDDAH bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.” QS. Al-Ahzab ; 49
Ayat yang mulia ini mengandung sejumlah hukum yang diantaranya ialah pembatalan pernikahan karena akad semata. Didalam Al-Qur’an tidak ada ayat mengenai hal ini sejelas ayat diatas. Para ulama ber-ikhtilaf mengenai nikah ini, apakah yang dimaksud oleh nikah itu hakikat akad semata, atau jima’, atau akad dan jima’ ???

Al-Qur’an menggunakan istilah nikah untuk merujuk kepada akad lalu jima’. Sedangkan dalam ayat ini, nikah berarti akad nikah semata. Hal ini berdasar firman Alloh, “…apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu menceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya…” Ayat ini membolehkan untuk mencerai wanita sebelum dicampuri. Demikianlah menurut kesepakatan para ‘Ulama.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa talak hanya ada bila ada akad nikah. Dalilnya, adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya Rosulullah sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda, “Manusia tidak memiliki talak atas sesuatu yang tidak dimilikinya.” HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah ; dihasankan oleh Tirmidzi.
Firman Alloh Ta’ala, “…Maka sekali-kali TIDAK WAJIB atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya…”. Persoalan yang terkandung dalam ayat ini telah dispakati oleh para ‘ulama. Persoalan itu ialah bahwa apabila wanita dicerai sebelum dicampuri, MAKA DIA TIDAK BER-IDDAH. Dia boleh pergi lalu kawin lagi saat itu juga dengan laki-laki yang dikehendakinya.
Ayat ini tidak berlaku bagi istri yang ditinggal mati oleh suaminya, karena ijma’ ulama menetapkan bahwa walaupun dia belum dicampuri oleh suaminya, dia tetap harus menjalani iddah selama empat bulan sepuluh hari.
Firman Alloh Ta’ala, “…maka berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.” Mut’ah dalam penggalan ini bermakna lebih umum daripada pemberian setengah mahar yang sudah ditentukan, atau mut’ah dalam jumlah tertentu, jika pada saat kawin maharnya tidak ditentukan.
Alloh berfirman, “Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah setengah dari mahar yang telah kamu tentukan itu.” QS. Al-Baqarah ; 237
Dan Alloh Ta’ala berfirman, “Tidak ada sedikitpun mahar yang harus kamu berikan, jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin sesuai dengan kemampuannya pula, yaitu pemberian yang pantas. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.” QS. Al-Baqarah ; 236
Allohu Ta’ala A’lamnu bish-Showwab
-diringkas dari Kitab Tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Ahzab-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar