"SELAMAT DATANG DI BLOG ORANG-ORANG PRIBUMI"

Selasa, 27 Desember 2011

7 sifat pemimpin yang baik di sekolah

7 sifat pemimpin yang baik di sekolah Istilah pemimpin dalam bidang pendidikan atau educational leadership mengacu pada pemimpin di sekolah yang berusaha memadukan tiga kepentingan yang utama di sekolah. Kepentingan tersebut adalah kepentingan guru, kepentingan siswa dan kepentingan orang tua. Dimasa sekarang sekolah menghadapi tantangan yang sangat berat dikarenakan sekolah diharapkan bisa menjadi jawaban dari berubahnya jaman dan banyaknya sumber pengetahuan diluar sekolah. Seth Godin seorang ahli perubahan dan kepemimpinan menyarankan 7 sifat yang membuat pemimpin mampu menghadapi tantangan di abad 21, saya akan coba mencari hubungan dengan dunia pendidikan. 1. Challenge – Tantangan. Pemimpin yang baik memberi tantangan kepada komunitas sekolahnya. Tantangan disini tidak selalu dalam pengertian prestasi yang terukur, lulus UAN 100 persen misalnya. Walaupun hal tersebut juga bukan hal yang jelek tetapi mengapa tidak dicoba hal-hal lain. Sekolah bebas bullying, sekolah yang melek TIK atau mengefektifkan pembelajaran di kelas dengan perencanaan yang matang misalnya . Banyak hal yang bisa dijadikan tantangan, dan hanya pemimpin sekolah yang baik yang bisa membuat tantangan menjadi kenyataan. Terkadang terlalu tinggi menggantung standar juga akan berakibat tidak baik, hitunglah sumber daya dan keunggulan apa yang sekolah punyai. Baru kemudian tantangan atau target bisa dimulai dari sana. Ingat sukses yang besar dimulai dari sukses yang kecil-kecil 2. Culture – Budaya. Pemimpin yang baik secara sadar menciptakan budaya. Budaya tepat waktu, bisa dimulai dari hal yang kecil, tidak terlambat saat memulai rapat, atau masuk sekolah. Budaya menghormati orang lain bisa dimulai dengan mematikan HP saat rapat sedang berlangsung dan tidak berbicara satu sama lain saat ada orang yang berbicara didepan podium. Hal-hal yang sederhana namun diterapkan secara terus menerus bisa dengan mudah menjadi budaya positip di sekolah. Jangan lupa memberi selamat atau reward kepada guru atau siswa yang mempraktekan kebiasaan yang baik. 3. Curiosity – Ingin tahu. Pemimpin sekolah yang baik selalu ingin tahu. Selalu bertanya untuk segala kemungkinan yang terbaik. Jika ada guru atau siswa mengeluhkan mnegenai sesuatu hal, ia akan mengajarkan atau memberi contoh untuk mencari tahu apa yang mungkin bisa dilakukan sekaligus bersama-sama mencari jalan keluar. Memang sudah menjadi tugas pemimpin untuk menangani keluhan dari semua pihak, guru, siswa dan orang tua. Namun pemimpin yang baik bisa mendengarkan, memberi masukan sekaligus menyelesaikan dengan bijaksana. 4. Charisma - Berkarisma. Karisma bukan hal yang wajib bagi pemimpin. Orang seperti Soekarno memang berkarisma, buat kita yang orang biasa, berharap mempunyai karisma seperti beliau nampaknya hanya mimpi. Semua pemimpin sebenarnya dengan gampang bisa mempunyai karisma, tergantung caranya memimpin. 5. Communicate – Berkomunikasi. Pemimpin yang baik berbicara ‘dengan’ kita bukan berbicara’kepada’ kita. Merupakan sebuah hal yang berbeda bukan? Kedua istilah tersebut kelihatan sederhana. Namun terasa sekali bedanya. Ketika seorang pemimpinyang baik berbicara dengan staf, guru atau orang tua saat yang sama pemimpin menjadi pendengar yang baik, mau mengerti dan menempatkan harga diri rasa kepercayaan serta itikad baik terhadap orang lain diatas segalanya. 6. Connect – Terhubung. Pemimpin disekolah yang baik selalu terkoneksi dengan semua orang. Dengan cepat orang lain bisa tahu apa yang sedang dikerjakan olehnya. Caranya bisa bermacam-macam dari berbicara didepan rapat mengenai apa yang dilakukannya, menulis di bulletin sekolah sampai menulis blog di internet. Tidak usah dengan artikel yang panjang dengan dot points saja sudah cukup untuk memberi kabar pada semua orang yang terlibat dengan pekerjaannya sebagai pemimpin. 7. Commit – komitmen. Pemimpin yang baik menaruh komitmen yang tinggi terhadap kesejahteraan dan perasaan orang-orang disekitarnya. Ada pepatah yang mengatakan bahwa kita tidak bisa menyenangkan semua orang, tapi pemimpin yang baik tahu apa masalah mandasar yang semua orang inginkan dan rasakan. Juga tidak melulu masalah penggajian. Sebab kadang persoalan gaji di sekolah swasta tergantung dengan kemampuan sekolah dan banyak nya siswa. Masih banyak cara mensejahterakan bawahan, persoalannya pemimpin yang baik tahu cara mencari benefit atau keuntungan lain yang bisa didapat oleh bawahannya dengan bekerja di sekolah yang ia pimpin.

Minggu, 25 Desember 2011

RPP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SMP 1,2,3 BER KHARAKTER

RPP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SMP 1,2,3  BER KHARAKTER

Tiga unsur penting dalam pendidikan karakter adalah keluarga, satuan pendidikan (sekolah), dan masyarakat. Pendidikan yang baik dalam keluarga dan sekolah mestinya didukung lingkungan masyarakat yang baik pula. “Pendidikan dini, termasuk saat anak dalam kandungan dan khususnya dalam keluarga akan memberikan pengaruh yang besar dalam pendidikan karakter anak pada tahap perkembangan kepribadiannya di kemudian hari”, kata Drs Sunaryo M.Pd, pembicara pada sesi pertama.

Menurut Sunaryo, pendidikan karakter memadukan dengan seimbang  empat hal yakni, olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga. Olah hati bermakna berkata, bersikap, dan berperilaku jujur. Olah pikir, cerdas yang selalu merasa membutuhkan pengetahuan. Olah rasa artinya memiliki cita-cita luhur, dan olah raga maknanya menjaga kesehatan seraya  menggapai cita-cita tersebut. Dengan memadukan secara seimbang keempat anasir kepribadian itu anak akan mampu menghayati dan membatinkan nilai-nilai luhur pendidikan karakter, jelasnya.

Untuk mengunduh rpp smp pai berkharakter klik download di bawah ini :







" Semoga bermanfaat "

Program Quran in word

Program Quran in word adalah merupakan program tambahan aplikasi didalam penulisan Al-Quran secara simpel dan cepat  tanpa harus mengcopy dan menyalin dari file lain bahkan menulis atau mengetik  dengan huruf arabic word  di MS Office
caranya mudah :
tinggal klik instal program secara otomatis maka program tersebut secara langsung terinstal dan akan muncul di MS word di tampilan add in word atas .
Untuk mengunduh program Quran in word klik download dibawah ini .


"semoga bermanfaat "

Kamis, 08 Desember 2011

"Ciri – Ciri Anak Bermasalah "


Mini Post 5 Ciri – Ciri Anak Bermasalah

Posted by Timothy Wibowo On May - 22 - 2010 14 Comments
“Mungkinkah mengetahui dan memastikan apakah seorang anak itu bermasalah, dalam waktu 5-10 menit pertama saat kita bertemu dengannya?” Jawabannya adalah “mungkin” dan “pasti”. Pertanyaan yang sering saya ajukan kepada peserta seminar ataupun para orangtua yang sedang bersemangat belajar dan mencecar saya dengan berbagai pertanyaan seputar anaknya.

Rahasia tersebut akan saya bahas sekarang, rahasia yang sering saya gunakan untuk menganalisa seorang anak. Apakah dia bermasalah, bahkan setelah mempelajarinya dengan seksama kita mampu meramal masa depan seorang anak. Wow, tenang ini bukan obral janji, tapi ini pasti. Dari hasil menangani berbagai kasus keluarga dan individu maka terbentuklah suatu pola yang akurat ditiap individu. Kebanyakan klien saya jika memiliki masalah, kebanyakan masalah tersebut  dan sebagian besar masalah itu berasal dari 2 hal. Ini juga rahasia (Rahasia dari ruang terapi saya), tapi akan saya bongkar habis.

Baiklah 2 hal tersebut berasal dari :
  • Keluarga (keluarga yang membentuk masalah tersebut secara tidak sengaja).
  • Masalah tersebut berasal dari usia 7 tahun kebawah.


Keluarga, adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Manusia berbeda dengan binatang (maaf..) seekor anak kucing yang baru lahir, bisa hidup jika dipisahkan dari induknya, dan banyak binatang yang lain yang memiliki kemampuan serupa. Manusia tidak bisa, sampai usia 18 tahun masih membutuhkan orangtua dan kehangatan dalam keluarga. Sukses seorang manusia tidak lepas dari “kehangatan dalam keluarga”. Akan sangat banyak hal yang akan dikupas dari tiap tahun kehidupan manusia dan kebutuhannya serta cara memenuhi kebutuhan tersebut, terutama aspek emosi. Saya tidak akan meneruskannya, kita akan bahas dikesempatan lainnya, kini kita kembali ke cara mengetahui ciri anak bermasalah.

Usia 7 tahun kebawah? Ada apa pada usia ini? Pada masa ini kebanyakan (85%) letak masalah atau asal muasal masalah / hambatan seorang manusia tercipta. Istilah kerennya Mental Block. Dan biasanya akan terasa pada usia 22 tahun ke atas. Woo… segitunya? Ya Mental Block seperti program yang seakan-akan dipersiapkan (karena ketidak sengajaan dan ketidak tahuan orangtua kita) untuk menghambat berbagai macam aspek dalam kehidupan kita. Aspek itu bisa berupa Karier (takut kaya, takut jabatan tinggi) kesehatan (tubuh gemuk, alergi) Relationship (tidak gampang cocok dengan pasangan/teman, paranoid) dan lain hal, serta masih banyak lagi.

Ada apa dengan 7 tahun kebawah dan disekitar 7 tahun pertama kehidupan manusia? Baiklah saya jelaskan, pada masa ini kita membutuhkan, kebutuhan dasar Emosi yang harus terpenuhi ingat HARUS terpenuhi. Jika pada masa ini lewat dan tidak terpenuhi  maka, akan terjadi Mental Block pada diri anak tersebut. Inilah asal muasal dimana Mental Block terbentuk. Karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar Emosi yang dibutuhkan seorang manusia. Kebutuhan apa yang dibutuhkan pada anak seusia itu? Sehingga fatal akibatnya (pada masa dewasa anak tersebut) jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi


Ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 – 7 tahun bahkan lebih, inilah asal muasal Mental Block yang sering kali terjadi atau terasa sangat menganggu pada saat anak tersebut dewasa. Yaitu :

1. Kebutuhan akan rasa aman
2. Kebutuhan untuk mengontrol
3. Kebutuhan untuk diterima
3 kebutuhan dasar emosi tersebut harus terpenuhi agar kita menjadi pribadi yang handal dan cerdas dalam menghadapi hidup. Ini akan sangat panjang sekali jika dijelaskan, nah mengingat kita membahas ciri – ciri anak bermasalah maka kita akan kembali ke topic tersebut.


Sebenarnya ada 6 ciri anak yang bermasalah, cukup kita melihat dari perilakunya yang nampak maka, kita sudah dapat melakukan deteksi dini terhadap “musibah besar” dikehidupan yang akan datang (baca: semakin dewasa) dan secepatnnya dapat melakukan perbaikan.
Inilah ciri-ciri tersebut :
1. Susah diatur dan diajak kerja sama
Hal yang paling Nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.
Ingat akan kebutuhan dasar manusia? Tiga hal diatas yang telah saya sebutkan, nah kebutuhan itu sedang dialami anak. Kita hanya bisa mengarahkan dan mengawasi dengan seksama.

2. Kurang terbuka pada pada Orang Tua
Saat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.

3. Menanggapi negatif
Saat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.

4. Menarik diri
Saat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.

5. Menolak kenyataan
Pernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang”.

6. Menjadi pelawak
Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah, kemanakah orangtua?

Tiga Misteri Dibalik Nilai Anak yang Hancur


Mini Post 26 Tiga Misteri Dibalik Nilai Anak yang Hancur


Kenapa seorang anak ketika belajar di rumah itu bisa, diberi soal lebih susah daripada di sekolah itu bisa, bahkan waktu di tempat les dia diberi latihan soal yang banyak juga bisa, soalnya lebih sulit juga bisa, tetapi ketika ulangan tiba-tiba nilainya jelek. Nah apakah Anda pernah punya masalah seperti ini? Anda yang punya anak SD, pasti sering mengalami masalah-masalah seperti ini. Anda pasti merasa jengkel ketika mengetahui bahwa anak Anda yang tadi malam belajar sudah bisa semua, tapi ketika ulangan ternyata ulangannya dapat nilai jelek. Jika ini terjadi sekali dua kali mungkin Anda bisa memakluminya, tapi jika ini terjadi berulang kali, Anda pasti mulai jengkel pada anak Anda. bahkan bisa jadi Anda frustasi dan kemudian malah mengeluarkan kata-kata negative.

Nah apakah yang terjadi dibalik masalah ini. Seorang anak yang bisa sewaktu di rumah, dan kemudian gagal waktu dia ulangan. untuk hal-hal yang sama dan itu berulang kali, maka Anda perlu curiga bahwa anak ini mengalami kecemasan yang tersembunyi. Anda pasti bertanya nggak mungkin? Dia cemas dari mana? Kenapa koq dia cemas?
Kecemasan yang tersembunyi ini disebabkan oleh banyak faktor. Ya , jadi bisa jadi tuntutan yang terlalu tinggi dari kita orang tua atau mungkin bahkan dari gurunya. Tuntutan ini tidak bisa membuat si anak menunjukkan kwalitas optimalnya. Sehingga ketika ulangan,yang terbayang adalah ketakutan bahwa dia tidak bisa memenuhi tutuntan dari si orang tua. Atau tuntutan dari gurunya mungkin. Nah Anda tahu, Ketika kita itu cemas maka kita tidak bisa berpikir secara jernih.Anda tentu pernah mengalaminya bukan? ketika Anda sedang cemas, sedang stres berat. Maka hal yang sepele tentunya bisa jadi terlupakan. Nah ini yang terjadi pada anak-anak kita. Mereka cemas karena tuntutan kita yang terlalu tinggi,atau keharusan untuk menguasai sesuatu.

Ketika mereka merasa tidak mampu,kecemasan itu menghantui pikirannya. Dan apa yang telah mereka pelajari sebelumnya tiba-tiba “blank”, pada saat ulangan. Ini juga sering terjadi pada kita. Ingatkah Anda pada saat dulu Anda kuliah?mungkin masih SMA bahkan?Ketika kita ulangan tiba-tiba saja mendadak lupa akan jawaban yang harus kita tuliskan disana. Padahal tadi malam jelas-jelas kita sudah belajar,hal tersebut. nah ketika kita menghadapi ulangan tiba-tiba saja hilang jawabannya. Apalagi ketika sang guru atau dosen mengatakan 5 menit lagi Anda harus mengumpulkan,dan waktunya habis. okey makin kita paksa akhirnya kita stress dan akhirnya kita lupa. Dan anehnya ketika kita sudah mengumpulkan lembar jawaban, keluar dari ruang ujian tiba-tiba jawabannya muncul dalam pikiran kita. “aaahhh” kenapa tidak dari tadi munculnya, Anda pasti menggerutu pada diri Anda sendiri. Anda pernah mengalami hal itu bukan?

Nah ini yang terjadi pada anak-anak kita. Jadi ketika mereka ulangan,maka sebaiknya jangan sampai mereka itu cemas. Tuntutan – tuntutan kita membuat mereka cemas. karena itu kita perlu instropeksi diri, apakah selama ini kita sudah menerima mereka apa adanya. Ya,kebanyakan dari kita berharap agar nilai mereka bagus. Tapi begitu nilai mereka jelek, kita mulai menuntut mereka. “Kenapa sih nilai kamu koq jelek ?” Jarang sekali ada orang tua yang mengatakan, “oh iya saya bisa memahami kamu nak, apa yang mama / papa bisa bantu agar lain kali nilaimu lebih bagus lagi?”. Jadi ketika seorang anak mempunyai nilai jelek, hal yang kita perlu lakukan adalah memahami dulu perasaannya. Saya yakin anak itupun tidak ingin nilainya jelek, bukan hanya kita. Diapun juga tidak ingin nilainya jelek tentunya.Tapi kenyataan yang dihadapi lain.

Ketika nilainya sudah jelek, dia sedih tetapi kita malah memarahi dia. Dia akan merasa bahwa dirinya tidak dipahami dan tidak dimengerti. Di lain hari kecemasan itu muncul dalam dirinya. Dia akan merasa, “aduh kalau saya jelek lagi saya pasti dimarahi lagi”, “saya pasti mengecewakan mama saya”. Pernah ada satu kasus dimana seorang anak tidak mau berangkat sekolah gara-gara hari itu ada ulangan. Dia mengatakan pada mamanya saya takut ma, “kenapa takut?” Tanya mamanya. “Saya takut mengecewakan mama kalau nilai saya jelek”. Dan ini dilontarkan oleh seorang anak kelas 2 SD. Nah, dari kejadian tersebut sang mama belajar bahwa selama ini, dia sering berkata “mama nga masalah dengan nilai mu”. Tetapi kenyataannya dia membuat anaknya cemas. Jadi terkadang kita sebagai orang tua hanya mengatakan, “nggak… nilai berapapun saya nggak masalah koq”. Tapi ternyata itu hanya di mulut saja. kenyataannya si anak merasakan hal yang berbeda, dia merasakan tuntutan orang tua yang terlalu tinggi.

Nah, untuk masalah ini sebaiknya kita perlu koreksi diri bagaimana caranya kita menerima seorang anak apa adanya, tidak tergantung dari nilainya. Ingat sebenernya nilai itu hanya mengindikasikan dia sudah bisa atau belum.Berbahagialah ketika nilai anak Anda jelek. Karena apa? Sekarang Anda tahu mana yang dia itu belum bisa. Pembelajaran yang baik harusnya ditujukan untuk meningkatkan seorang anak sehingga ia bisa kompeten di dalam bidangnya. Bukan untuk melabel dia pintar atau bodoh.

Oke, sebab yang lain adalah karena perlakuan-perlakuan negatif yang pernah di terima seorang anak bisa di rumah, bisa di sekolah. Misalnya , Ketika seorang anak nilainya jelek, kemudian kita marah-marahin dia, bahkan mungkin di hukum. Suruh berdiri di pojok, nggak boleh makan. Atau apapun yang kita bisa lakukan untuk itu. Nah ketika dia menerima perlakuan itu,maka perlakuan itu akan membekas di memorinya. Berikutnya ketika dia ulangan lagi di lain kesempatan maka yang dia liat di lembar soalnya bukan soal yang harus dibaca, tetapi wajah orang tuanya yang sedang marah. Wajah ini tiba-tiba saja muncul terbayang di dalam pikirannya. Anda bisa bayangkan jika kita berhadapan dengan soal ujian dan kemudian yang muncul adalah ketakutan membayangkan wajah orang tua yang sedang marah, karena kita tidak bisa. Atau mungkin wajah guru yang memalukan kita di depan teman-teman kita. Maka semua yang kita pelajari tiba-tiba saja menjadi hilang,dan akhirnya ulangannya jelek.

Baiklah, jika ini terjadi sebaiknya Anda perlu segera minta maaf pada anak Anda. Anda cukup mengatakan, “tempo hari waktu ulangan kamu jelek,dan kemudian papa atau mama marah sama kamu saat itu perasaan kamu bagaimana?” apapun yang di jawab oleh anak Anda terima apa adanya. Misalkan dia menjawab, Saya takutlah, saya merasa ini itu apapun itu Anda tinggal ngomong “Oke Maaf, papa mungkin saat itu keceplosan ngomong. Atau mungkin saat itu mama lepas control sehingga memarahi kamu terlalu dalam. Tapi sebenernya maksud mama sangat baik. Kamu mau nggak maafin mama? Mama lain kali janji akan mendukung kamu jika nilai kamu jelek, kita akan cari solusinya sama-sama dan kamu boleh tanya sama mama bagaimana supaya jadi nilainya baik. Kamu pasti kepengen nilai kamu juga baik juga kan?” Nah, itu tentunya jauh lebih baik bagi si anak. Daripada kita hanya sekedar memarahinya, memintanya belajar, memaksanya belajar tanpa sama sekali mengakui perasaannya untuk diberi kasih saying dan untuk di terima apa adanya.

Sebab yang lain adalah kurangnya perhatian berkwalitas. Mungkin Anda bertanya, “ah mana mungkin saya tidak memperhatikan anak saya”. Betul,saya percaya dan yakin bahwa setiap orang tua pasti memperhatikan anaknya.Tetapi terkadang perhatian yang kita berikan itu tidak cocok dengan apa yang diinginkan oleh si anak, yang saya maksud dengan perhatian di sini adalah perhatian yang berkuwalitas. Dalam arti kita memperhatikan juga perasaan-perasaan si anak. Bukan Cuma memperhatikan tugas-tugas yang dia harus slesaikan. Kebanyakan dari kita hanya memperhatikan tugas –tugas yang harus di selesaikan oleh seorang anak. Kita hanya memperhatikan kamu sudah ngerjakan PR belum? kamu sudah belajar belum? pensil kamu sudah diraut belum? besok kalau ulangan kamu sudah siapkan pensilnya/ bolpoint? Buku kamu sudah kamu siapin belum? kita hanya memperhatikan aspek-aspek fisik. Kita tidak memperhatikan aspek-aspek perasaan dari si anak.

Padahal yang jauh lebih dibutuhkan seorang anak adalah perhatian akan perasaan-perasaannya sehingga dia bener-bener di terima secara utuh oleh orang tuanya. Anda bisa memberikan perhatian berkuwalitas ini dengan lebih baik, dengan cara membaca artikel saya yang berjudul Tiga Kebutuhan Emosional Anak dan.. itu adalah salah satu cara terbaik untuk memberikan perhatian berkuwalitas pada anak Anda.

CARA MENDIDIK ANAK | TIPS ORANG TUA MENDIDIK ANAK





CARA MENDIDIK ANAK | TIPS ORANG TUA MENDIDIK ANAK

Bila Anda berpikir apakah Anda adalah orang tua yang teladan ? Maka jawaban Anda, pasti tentu saja saya orang tua teladan bagi anak saya. Mana ada sih “Harimau yang memakan anaknya sendiri”, atau mungkin mana mungkin sih kita mencelakakan anak kita sendiri. Orang tua selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi putra-putrinya. Kenyataannya banyak orang tua yang melakukan kesalahan dalam mendidik putra-putrinya.
Berikut ini adalah beberapa kesalahan yang mungkin Anda tidak sadari terjadi dalam mendidik anak Anda :
1. Kurang Pengawasan
Menurut Professor Robert Billingham, Human Development and Family Studies – Universitas Indiana, “Anak terlalu banyak bergaul dengan lingkungan semu diluar keluarga, dan itu adalah tragedi yang seharusnya diperhatikan oleh orang tua”. Nah sekarang tahu kan, bagaimana menyiasatinya, misalnya bila anak Anda berada di penitipan atau sekolah, usahakan mengunjunginya secara berkala dan tidak terencana. Bila pengawasan Anda jadi berkurang, solusinya carilah tempat penitipan lainnya. Jangan biarkan anak Anda berkelana sendirian. Anak Anda butuh perhatian.
2. Gagal Mendengarkan
Menurut psikolog Charles Fay, Ph.D. “Banyak orang tua terlalu lelah memberikan perhatian – cenderung mengabaikan apa yang anak mereka ungkapkan”, contohnya Aisyah pulang dengan mata yang lembam, umumnya orang tua lantas langsung menanggapi hal tersebut secara berlebihan, menduga-duga si anak terkena bola, atau berkelahi dengan temannya. Faktanya, orang tua tidak tahu apa yang terjadi hingga anak sendirilah yang menceritakannya.
3. Jarang Bertemu Muka
Menurut Billingham, orang tua seharusnya membiarkan anak melakukan kesalahan, biarkan anak belajar dari kesalahan agar tidak terulang kesalahan yang sama. Bantulah anak untuk mengatasi masalahnya sendiri, tetapi jangan mengambil keuntungan demi kepentingan Anda.
4. Terlalu Berlebihan
Menurut Judy Haire, “banyak orang tua menghabiskan 100 km per jam mengeringkan rambut, dari pada meluangkan 1 jam bersama anak mereka”. Anak perlu waktu sendiri untuk merasakan kebosanan, sebab hal itu akan memacu anak memunculkan kreatifitas tumbuh.
5. Bertengkar Dihadapan Anak
Menurut psikiater Sara B. Miller, Ph.D., perilaku yang paling berpengaruh merusak adalah “bertengkar” dihadapan anak. Saat orang tua bertengkar didepan anak mereka, khususnya anak lelaki, maka hasilnya adalah seorang calon pria dewasa yang tidak sensitif yang tidak dapat berhubungan dengan wanita secara sehat. Orang tua seharusnya menghangatkan diskusi diantara mereka, tanpa anak-anak disekitar mereka. Wajar saja bila orang tua berbeda pendapat tetapi usahakan tanpa amarah. Jangan ciptakan perasaan tidak aman dan ketakutan pada anak.
6. Tidak Konsisten
Anak perlu merasa bahwa orang tua mereka berperan. Jangan biarkan mereka memohon dan merengek menjadi senjata yang ampuh untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang tua harus tegas dan berwibawa dihadapan anak.
7. Mengabaikan Kata Hati
Menurut Lisa Balch, ibu dua orang anak, “lakukan saja sesuai dengan kata hatimu dan biarkan mengalir tanpa mengabaikan juga suara-suara disekitarnya yang melemahkan. Saya banyak belajar bahwa orang tua seharusnya mempunyai kepekaan yang tajam tentang sesuatu”.
8. Terlalu Banyak Nonton TV
Menurut Neilsen Media Research, anak-anak Amerika yang berusia 2-11 tahun menonton 3 jam dan 22 menit siaran TV sehari. Menonton televisi akan membuat anak malas belajar. Orang tua cenderung membiarkan anak berlama-lama didepan TV dibanding mengganggu aktifitas orang tua. Orang tua sangat tidak mungkin dapat memfilter masuknya iklan negatif yang tidak mendidik.
9. Segalanya Diukur Dengan Materi
Menurut Louis Hodgson, ibu 4 anak dan nenek 6 cucu, “anak sekarang mempunyai banyak benda untuk dikoleksi”. Tidaklah salah memanjakan anak dengan mainan dan liburan yang mewah. Tetapi yang seharusnya disadari adalah anak Anda membutuhkan quality time bersama orang tua mereka. Mereka cenderung ingin didengarkan dibandingkan diberi sesuatu dan diam.
10. Bersikap Berat Sebelah
Beberapa orang tua kadang lebih mendukung anak dan bersikap memihak anak sambil menjelekkan pasangannya didepan anak. Mereka akan hilang persepsi dan cenderung terpola untuk bersikap berat sebelah. Luangkan waktu bersama anak minimal 10 menit disela kesibukan Anda. Dan pastikan anak tahu saat bersama orang tua adalah waktu yang tidak dapat diinterupsi.

Dalam penerapan metode belajar aktif yang benar, siswa dan guru sama-sama aktifnya.

Dalam penerapan metode belajar aktif yang benar, siswa dan guru sama-sama aktifnya.

Metode belajar aktif atau sekarang lumrah disebut sebagai metode PAKEM (pembelajaran kreatif, aktif dan menyenangkan) saat ini mulai dirasakan pentingnya dikalangan praktisi pendidik. Dikarenakan metode ini agaknya menjadi jawaban bagi suasana kelas yang kaku, membosankan, menakutkan, menjadi beban dan tidak membuat betah dan tidak menumbuhkan perasaan senang belajar bagi anak didik. Alih-alih membuat anak mau menjadi pembelajar sepanjang hayat yang terjadi malah kelas dan sekolah menjadi momok yang menakutkan bagi siswa.

Dulu saya pernah mendengar sebuah lelucon mengenai metode belajar aktif di sekolah dasar. Saya tidak ingat detailnya tetapi yang saya ingat dengan baik adalah dalam metode belajar aktif yang terjadi adalah guru bermalas-malasan, sedangkan yang aktif justru muridnya. Murid diminta untuk mencatat, menyalin dan dibebani banyak sekali pekerjaan rumah. Dengan demikian ada kesalahan dalam menerjemahkan pendekatan pembelajaran. Tidak mungkin tercapai nuansa PAKEM apabila siswa dalam hal ini malah terbebani sedangkan guru juga tidak tentu arah dalam melaksanakan dan merencanakan pembelajaran dikelas.
Cara belajar siswa aktif adalah merupakan tantangan selanjutnya bagi para pendidik. Sebab ruh dari KTSP yang diberlakukan sekarang ini adalah pembelajaran aktif. Dalam pembelajaran aktif baik guru dan siswa sama-sama menjadi mengambil peran yang penting.
Guru sebagai pihak yang;
  • merencanakan dan mendesain tahap skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan di dalam kelas.
  • membuat strategi pembelajaran apa yang ingin dipakai (strategi yang umum dipakai adalah belajar dengan bekerja sama)
  • membayangkan interaksi apa yang mungkin akan terjadi antara guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung.
  • Mencari keunikan siswa, dalam hal ini berusaha mencari sisi cerdas dan modalitas belajar siswa dengan demikian sisi kuat dan sisi lemah siswa menjadi perhatian yang setara dan seimbang
  • Menilai siswa dengan cara yang tranparan dan adil dan harus merupakan penilaian kinerja serta proses dalam bentuk kognitif, afektif, dan skill (biasa disebut psikomotorik)
  • Melakukan macam-macam penilaian misalnya tes tertulis, performa (penampilan saat presentasi, debat dll) dan penugasan atau proyek
  • Membuat portfolio pekerjaan siswa.
Siswa menjadi pihak yang;
  • menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir
  • melakukan riset sederhana
  • mempelajari ide-ide serta konsep-konsep baru dan menantang.
  • memecahkan masalah (problem solving),
  • belajar mengatur waktu dengan baik,
  • melakukan kegiatan pembelajaran secara sendiri atau berkelompok (belajar menerima pendapat orang lain, siswa belajar menjadi team player)
  • mengaplikasikan hasil pembelajaran lewat tindakan atau action.
  • Melakukan interaksi sosial (melakukan wawancara, survey, terjun ke lapangan, mendengarkan guest speaker)
  • Banyak kegiatan yang dilakukan dengan berkelompok.

6 indikator pengelolaan kelas yang berhasil

6 indikator pengelolaan kelas yang berhasil

Pembaca sekalian, tulisan ini dibuat menyambut respon dari Ibu Ayu yang menanyakan mengenai indikator pengelolaan kelas yang berhasil. Uniknya melalui upaya menjawab pertanyaan beliau saya malah mendapat hal-hal yang baru. Salah satu yang membuat saya terkejut adalah perihal memberikan siswa konsekuensi, yang ternyata sama dengan mengancam siswa. Semuanya saya dapat dari situs teachers.net. silahkan menikmati indikator-indikator berikut ini.
1. Guru mengerti perbedaan antara mengelola kelas dan mendisiplinkan kelas
2. Sebagai guru jika anda pulang ke rumah tidak dalam keadaan yang sangat lelah.
3. Guru mengetahui perbedaan antara prosedur kelas (apa yang guru inginkan terjadi contohnya cara masuk kedalam kelas, mendiamkan siswa, bekerja secara bersamaan dan lain-lain ) dan rutinitas kelas (apa yang siswa lakukan secara otomatis misalnya tata cara masuk kelas, pergi ke toilet dan lain-lain). Ingat prosedur kelas bukan peraturan kelas.
4. Guru melakukan pengelolaan kelas dengan mengorganisir prosedur-prosedur, sebab prosedur mengajarkan siswa akan pentingnya tanggung jawab.
5. Guru tidak mendisiplinkan siswa dengan ancaman-ancaman, dan konsekuensi.(stiker, penghilangan hak siswa dan lain-lain)
6. Guru mengerti bahwa perilaku siswa di kelas disebabkan oleh sesuatu, sedangkan disiplin bisa dipelajari
Ada dua hal yang membedakan antara guru yang berhasil dengan yang tidak.
1. Guru yang kurang berhasil menghabiskan hari-hari pertama di tahun ajaran dengan langsung mengajarkan subyek mata pelajaran kemudian sibuk mendisiplinkan siswa selama setahun penuh.
2. Guru yang efektif menghabiskan dua minggu pertama ditahun ajaran dengan meneguhkan prosedur.

Selasa, 06 Desember 2011

Menjadi Orang Tua Berwibawa Untuk Anak

Menjadi Orang Tua Berwibawa Untuk Anak

Menjadi Orang Tua Berwibawa Untuk Anak
Seperti kita ketahui, kebanyakan perilaku dan karakter negatif anak adalah akibat kesalahan orang tua dalam memberikan pengasuhan sejak anak berusia dini. Sedimian parahnya kondisi itu, sampai ada yang menganggap wajar membentak dan memarahi orang tua, seakan sudah tidak ada lagi ketaatan dan penghormatan kepada orang tua di dalam rumah tangga.
Dalam keadaan seperti ini orang tua sering memberi cap bahwa anak mereka telah durhaka dan tidak patuh. Hanya sedikit yang menyadari bahwa semua kondisi anak adalah akibat dari cara mendidik orang tua yang kurang tepat. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa mereka  sendiri yang membentuk perilaku durhaka pada anak anak mereka.
Orang tua sering mengganggap dengan perlakuan yang mereka anggap sebagai sebuah ketegasan justru sebenarnya telah dipahami berbeda oleh anak-anak mereka. Bukan hal yang tepat jika orangtua yang menginginkan anak menjadi taat pada mereka kemudian menggunakan kekerasan dalam mendisiplikan. Susana rumah yang penuh dengan intimidasi, ancaman dan hukuman hanyalah merusak rasa hormat anak kepada orang tua mereka.
Sudah saatnya orang tua merenungi diri tentang pola yang selama ini telah dipilih dalam mendidik anak. Kebiasaan menyalahkan anak hanyalah menjadikan orang tua kehilangan wibawa di mata anak-anak, hingga saat orang tua memberi saran dan nasehat anak tak lagi mau mendengarkan.
Hampir 1500 tahun yang lalu Allah telah memberikan petunjuk bagi orangtua dalam mendidik anak.
Bangunlah dimalam hari (untuk Shalat), kecuali sedikit (daripadanya), setengahnya atau kurangilah sedikit dari padanya, atau lebihkan dari padanya dan bacalah Al-Qur’an itu perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan padamu ‘qaulan tsaqiila”. (QS. Al Muzzammil :2-5)
Sudah menjadi janji Allah bagi siapa saja yang secara konsisten melaksanakan sholat lail dan membaca Al Quran dengan perlahan-lahan dimalam hari, akan diberikan sebuah penghargaan berupa wibawa yang dalam ayat tersebut dikatakan Allah sebagai “Qaulan tsaqila” atau perkataan yang berat.
Coba bayangkan bila Anda sebagai orang tua yang penuh wibawa karena anda mempunyai qaulan tsaqila, tentu saat saat Anda mengajak anak-anak untuk melakukan sebuah kebaikan, secara serta merta cara Anda berbicara akan penuh pesona dan wajah Anda berseri-seri karena bekas sujud Anda dalam sholat yang Anda lakukan dimalam hari.
Secara pribadi setiap kita pasti pernah memiliki pengalaman yang unik, yang akhirnya kita bisa bedakan saat kita tidak melakukan sholat malam, atau target tilawah Al Qur’an kita tidak terpenuhi. Biasanya kita akan merasa ada yang kurang, seperti kering ruhani kita, sehingga saat berbicara pada siapa saja tentu akan kurang kuat, karena saat kita berbicara, berbicaranya kita hanya pembicaraan yang biasa, apapun yang kita sampaikan tidak memiliki “ruh” yang mampu menggugah orang lain.
Adakalanya juga kita mengalami, bertemu dengan seseorang yang kita kenal sebagai orang-orang yang istiqomah dalam ibadahnya, serta sangat terjaga sholat malam dan tilawah Al Qurannya, biasanya dalam kondisi diam mereka  sudah memberikan cahaya yang luar biasa, mereka tak perlu berbicara saja, keimanan orang-orang di sekeliling mereka bisa naik, apalagi jika mereka menyampaikan sesuatu.
Demikian pula bagi kita orang tua yang baik, hendaknya sudah menjadi perhatian kita secara khusus kepada sholat malam dan aktivitas tilawah Al Qur’an kita, agar Allah memudahkan kita menjadi orang tua yang memiliki wibawa dihadapan anak-anak kita. Setiap kalimat yang terucap senantiasa dipenuhi  hikmah dan kebaikan. Insyallah..
Jika dibahas melalui pendekatan pola pikir, sudah  menjadi sunnatullah, seseorang yang didalam hatinya kurang kuat maka semua sistem dan sumber daya dalam dirinya tidak akan bisa bekerja secara maksimal.
Seperti yang telah kita pahami, bahwa segala sesuatu dalam hidup kita ini berawal dari lintasan yang ada didalam hati kita, kemudian lintasan hati itu dikirimkan ke bagian bagian di otak untuk kemudian diproses. Usai diproses di otak, informasi tersebut akan disebarkan ke seluruh tubuh melalui sistem syaraf.
Respon sistem syaraf akan menimbulkan tindakan fisik yang khas sesuai dengan informasi yang telah diterima dari otak. Kemudian tindakan yang lakukan terus-menerus, akan menjadi kebiasaan, kebiasaan yang terus-menerus akan berubah menjadi sebuah karakter. Jika sebuah pikiran telah menjadi karakter akan sangat sulit untuk merubahnya.
Perhatikan saja orang tua kita yang telah menginjak usia diatas 40 tahun, bila Anda ingin mencoba merubah apa yang sudah menjadi kebiasaan orang tua Anda, sama sulitnya bagi Anda saat membersika sebuah teko/ceret yang penuh dengan karat akibat terlalu sering di pakai sebagai tempat teh atau kopi. Tentu akan sangat sulit bukan?
Begitulah sebuah pikiran yang telah menjelma menjadi sebuah karakter. Pikiran yang menjadi karakter itu telah terpatri dalam sistem keyakinan seseorang, yang kemudian bisa disaksikan melalui citra diri mereka.
Anak menjadi kurang menghormati, tidak taat bahkan sampai durhaka besar kemungkinan orang tua memang kurang memiliki kekuatan ruhani, sehingga saat berkata dan bertindak, sistem dan semua sumber daya dalam dirinya tidak secara selaras memilih ekpresi wajah yang berwibaya, dan kata-kata yang mudah dicerna oleh anak sebagai bahasa yang memiliki daya gugah dan daya rubah bagi anak anak.
Dengan kondisi ruhaniyah yang kuat, orangtua tak akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan anak mereka. Karena wajah yang teduh dan didukung dengan bahasa bahasa yang lebut akan lebih mudah menyentuh hati anak.
Di sisi lain kondisi ruhaniyah yang senantiasa terjaga dalam pengawasan Allah, mengarahkan ketaatan anak tidak hanya tertuju kepada orang tuanya. Kesertaan Allah saat orang tua menasihati anak akan mengarahkan nasihat ketaatan tersebut dihubungkan dengan ketaatan kepada Allah, sehingga anak tidak lagi bergerak dan beramal karena ketakutan pada orang tua. Motivasi anak akan lebih berkualitas karena ketaatan mereka pada orang tua terbangun bersama ketaatan mereka kepada Allah.
Hal ini telah lakukan oleh Luqman Al – Hakim dalam memupuk ketaatan pada anaknya.
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzoliman yang besar”. [QS. Luqman: 13]
Dalam ayat ini Luqman Al-Hakim telah menginspirasi kita bahwa beliau mendahulukan ketaatan anak kepada Allah, sehingga Anak memiliki keimanan yang lurus dalam menjalani kehidupannya ukuran kebaikan dan kebenaran dalam hidupnya adalah keridhoan Allah.
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” [QS. Luqman: 14]
Usai Lukman Al- Hakim menancapkan sebuah wasiat tentang ketaatan kepada Allah pada anaknya, barulah beliau melanjutkan menasihati anaknya agar taat  dan berbuat baik kepada kedua orang tua.
Demikianlah telah Allah tawarkan kepada kita para orang tua tentang solusi dalam memupuk ketaatan pada anak-anak kita melalui peningkatan kualitas ibadah kita, lengkap dengan inspirasi yang sangat agung dari seorang Ayah yang mulia Lukman Al-Hakim.
Semoga Allah meneguhkan hati kita dalam ketaatan kepada-Nya. Generasi Rabbani hanya lahir dari keluarga yang Rabbani.
Insyallah…

Saat Anak Kita Bermasalah

Saat Anak Kita Bermasalah

Saat Anak Kita Bermasalah

Menjadikan anak-anak kita sebagai generasi penerus yang penuh dengan tanggung jawab, kejujuran, dan senantiasa berbuat baik adalah pekerjaan yang benar-benar tidak mudah, karena lingkungan anak-anak hari ini jelas sangat berbeda dengan saat kita masih seusia anak-anak kita hari ini. Semakin hari, tantangan itu semakin berat.
Allah sendiri mengingatkan kita sebagai orang tua bahwa betapa besarnya pertanggung jawaban kita kelak di hadapan Allah terutama dalam hal mendidik anak dan keluarga kita .
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)
Yang terjadi di lapangan, sering kali orang tua sudah merasa mendidik anak dengan upaya maksimal dan sebaik mungkin, namun tidak jarang orang tua terheran-heran dan kebingungan menyaksikan perilaku anak yang diluar dugaan.
Pembentukan pola perilaku anak sesungguhnya tidak hanya terbentuk oleh bagaimana ayah dan ibunya mendidik dan menanamkan niali-nilai yang positif. Perlu kita perhatikan juga bahwa ternyata ada faktor pembentuk perilaku lain yang berada diluar kendali ayah ibu yaitu lingkungan si anak itu sendiri. Lingkungan memiliki peran yang begitu besar dalam pembentukan perilaku. Misal jika kita masih serumah dengan keluarga besar, maka selain ayah ibu tentu biasanya ada juga kakek, nenek, paman, bibi, suster, pembantu dan yang tak kalah adalah peran televisi dan internet.
Orang tua yang kurang memperhatikan lingkungan anak, berarti lalai dalam memberikan proses pendidikan anak yang baik.  Terlebih lagi bagi ayah ibu yang keduanya sama-sama bekerja, dan anak sering ditinggal di rumah dalam waktu yang lama bersama anggota keluarga lainnya. Jelas semua yang terjadi sangat sulit untuk kita kendalikan.
Ada sebuah kejadian sebuah keluarga kecil dengan kondisi ayah ibu keduanya bekerja. Sang Ayah sebagai karyawan diperusahaan swasta dan Ibu bekerja sebagai pramugari disebuah maskapai penerbangan nasional. Jika dilihat dari sudut pandang kemampuan finansial, keluarga ini cukup mapan. Ditandai dengan fasilitas yang termasuk kategori lengkap untuk ukuran keluarga kecil. Artinya, dari segi ekonomi keluarga ini termasuk yang berpenghasilan cukup baik. Namun karena kesibukan ayah dan ibu mengurus tanggung jawab ditempat kerja, maka anak lebih sering menghabiskan waktunya dirumah bersama pembantu.  Sementara ayah ibu hanya bisa menemani sewaktu libur saja.
Suatu ketika kedua orang tua muda itu tersadar tentang kondisi anaknya yang sangat berbeda dengan harapan mereka. Awalnya mereka menganggap dengan pemenuhan kebutuhan materi dan memfasilitasi si anak , sudah cukup untuk menjadikan anak mereka anak yang mandiri. Namun apa yang terjadi? Anak mereka sekarang menjadi anak yang penakut, manja, dan kurang bisa mengikuti pelajaran dengan baik di sekolah cenderung masuk di kelompok anak-anak yang kesulitan mengikuti pelajaran, lambat dalam mengerjakan sesuatu, gandrung main game dan menonton hingga lupa waktu, semagat beribadah yang rendah, hingga saat orang tua menasehati, si anak malah membangkang. Sampai satu hari mereka menyimpulkan bahwa anak mereka termasuk anak bermasalah.
Orang tua muda itu mulai bingung dengan keadaan anak mereka, satu ide yang terpikir adalah membawa anak mereka ke seorang terapis mental untuk memulihkan si anak dari semua kondisi kejiwaan yang semakin buruk.
Ini adalah salah satu fenomena yang tidak sedikit terjadi di masyarakat kita, orang tua dengan segudang aktifitas hingga melupakan pendidikan anak dirumah.
Adalah sebuah kesalahan jika orang tua menganggap anak seperti pakaian yang saat kotor tinggal di bungkus dan di bawa ke laundry service dan dibawa pulang kembali setelah bersih. Saat anak bermasalah ada beberapa  orang tua yang dengan cepat  membawa anak mereka ke terapis mental, psikolog, psikiater, hypnotherapist dan sejenisnya. Dan memasrahkan kepada orang lain untuk mengembalikan kondisi mental anak mereka pada kondisi yang ideal.
Bagaimana mungkin kita bisa menjadi ayah ibu yang mendapatkan cinta dari anak-anak kita, ketika solusi yang kita pilih adalah solusi yang justru menjatuhkan mental si anak. Tidak jarang ada anak yang dibawa orang tuanya ke konsultan psikologi dalam keadaan yang sangat tidak bahagia karena kedatangan mereka adalah atas keinginan orangtua. Dan bisa dipastikan cara seperti ini hanya membuat mental anak kita semakin rusak, karena dia merasa kurang dihargai.
Sebagai orang tua yang baik kita perlu lebih bijak saat mendapati perilaku yang negatif  pada anak anak kita. Biasanya perilaku negatif anak jika dikelompokkan hanya ada lima saja yaitu :
  • Pola kebiasaan (makan berlebihan, ngompol, menggigit kuku)
  • Perasaan takut (takut binatang, serangga, gelap, dokter, jarum, darah,dll)
  • Perilaku (mencuri, berbohong, membantah, berteriak dll)
  • Prestasi (nilai ujian, mengerjakan PR, Olah raga dll)
  • Cinta diri (perasaan bersalah, tidak bahagia, mimpi buruk, PD, dll)
Sudah semestinya para ayah dan ibu ketika menemukan pola prilaku negatif di atas muncul pada anak anak kita, hendaknya orang tua bisa lebih bijak berusaha mencari penyebab mengapa anak sampai melakukan prilaku negatif. Biasanya anak-anak memilih untuk berperilaku negatif berangkat dari beberapa motivasi antara lain :
  • Untuk mendapatkan perhatian dari orang tua
  • Untuk mendapatkan kekuasaan dan mengalahkan orangtua
  • Untuk membalas dendam dan menghukum orangtua yang menolak memberikan anak perhatian atau yang memaksa anak menuruti kemauan mereka
  • Menjadi tidak produktif atau sakit dan memaksa orangtua merasa kasihan dan melayani mereka
Ayah ibu perlu lebih jeli memperhatikan perilaku, kemudian berusaha menemukan akar permasalahan yang menyebabkan anak berperilaku negatif. Karena kesalahan menemukan akar permasalah justru bisa mengakibatkan kesalahan pula dalam pemilihan solusinya.
Ada sebagian anak menjadi bermasalah sebenarnya adalah akibat kekurangan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya.
Jika kita analogikan anak-anak kita sebenarnya memiliki sebuah ruang dalam dirinya untuk menyimpan cinta dan perasaan positif lainnya. Anggap saja bentuknya seperti tangki yang lengkap dengan kran. Disini tugas orang tualah untuk senantiasa memperhatikan apakah tangki cinta si buah hati masih penuh atau sudah kosong. Ayah dan Ibu harus memiliki perhatian khusus, memastikan tangki cinta sibuah hati tidak boleh kosong.  Saat orang tua lalai mengisi tangki cinta itu biasanya anak mulai menjadi bermasalah.
Karena sebenarnya saat anak dirumah, dia sedang mengisi tangki cintanya dan kemudian saat si anak keluar rumah, baik sekolah atau berkumpul bersama teman temannya , maka di sanalah anak menyalurkan cinta dan kebaikan yang ada dalam tangki miliknya kepada orang orang yang ada di luar rumah. Saat isi tangki cinta itu mulai menipis, anak akan kembali ke rumah untuk mengisi kembali dengan semua cinta, kebaikan dan kasih sayang orang tuanya.
Jika orang tua sibuk, maka kegiatan mengisi tangki cinta ini sering terlewatkan, dan baru tersadar saat anak mencari pengisi tangki cintanya di luar rumah. Banyak anak yang lebih dekat dan percaya pada temannya dari pada percaya kepada orang tuanya sendiri, lebih akrab dengan temanya dari pada orang tuanya.
Jika anak masih mengisi tangki cinta mereka di tempat yang positif tentu tidak ada masalah. Misal mereka datang ke masjid dan musholla, mengikuti kegiatan keagaamaan tentu baik baik saja. Namun bagaimana jika anak perempuan kita yang duduk di kelas tiga SMP misalnya, mengenal seorang lelaki SMA yang dianggap baik. Kemudian lelaki itu mengirim pesan singkat di telepon genggam anak kita  dengan tulisan :”sayang kamu dah besar, dah saatnya kamu menentukan jalan hidup kamu sendiri. Dah bukan saatnya ngikutin maunya orang tua teruzz..miss u..muuaacchhs”. Ini adalah sepenggal kisah yang pernah disampaikan seorang ibu saat sharing di kelas parenting saya beberapa bulan yang lalu. Saat anak beliau lebih percaya pada teman lelakinya dari pada orang tuanya sendiri.
Miris mendengarkan ibu yang berkisah betapa beratnya ia mebesarkan anak, kemudian setelah anak itu tumbuh akhirnya meninggalkan orang tua mereka.
Sahabatku, Anda yang telah menjadi Ayah dan Ibu atau para calon orangtua yang baik, mengisi tangki cinta itu penting dengan memberikan perhatian kepada anak kita dengan secara intensif, antara lain dengan :
  • Memberikan sentuhan fisik seperti pelukan, ciuman di pipi, bermain yang melibatkan sentuhan fisik dan lain-lain.
  • Kata-kata positif dan mendukung pada anak.
  • Waktu Berkualitas : melakukan aktifitas bersama dengan anak tanpa ada orang lain.
  • Hadiah : memberikan hadiah kesukaannya.
  • Layanan : melayani kebutuhan anak yang penting baginya.
Dalam sebuah riwayat kita bisa belajar bagaimana Rasulullah senantiasa mengisi tangki cinta anak beliau :
Dari Anas bin Malik Radhiallaahu anhu ia berkata: “Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pernah membawa putra beliau bernama Ibrahim, kemudian mengecup dan menciumnya.” (HR. Al-Bukhari)
Sebagai orang tua tak perlu malu dan jaga image dihadapan anak agar terlihat berwibawa, kita perlu memupuk cinta anak anak kita dengan senantiasa membangun keakrapan dengan mereka.
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu menceritakan: “Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pernah menjulurkan lidahnya bercanda dengan Al-Hasan bin Ali Radhiallaahu anhu. Iapun melihat merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang gembira.” (Lihat Silsilah Shahihah no.70)
Bermainlah dengan anak, tak perlu malu meski Anda terlihat lucu.
Perlu disadari  bahwa tidak mungkin ada perilaku negatif yang muncul secara tiba-tiba. Pasti semua ada penyebabnya, ada struktur dan pola terjadinya. Maka  butuh kesabaran orang tua dalam proses mengatasi masalah anak tersebut.  Saat orang tua menemukan perilaku negatif anak hendaknya dengan penuh kesadaran dan penghargaan pada anak, orang tua melakukan pendekatan hingga tercapai langkah langkah menuju solusi yaitu :
  • Orang tua dan anak menyadari bahwa memang ada masalah yang perlu diatasi
  • Orang tua dan anak mengakui bahwa memang ada masalah yang perlu diatasi
  • Orang tua dan anak Menerima bahwa memang ada masalah yang perlu diatasi
  • Orang tua dan anak secara sadar mau mengatasi masalah.
Dengan demikian anak tidak akan merasa dihakimi, karena anak justru merasa mendapat perhatian dari ayah ibunya.
Ada beberapa cara yang bisa dipilih orang tua dalam melakukan pendekatan kepada anak saat mereka dianggap memiliki perilaku negatif, mulailah mencari tahu informasi yang lengkap tentang masalah anak dengan melakukan :
  • Berdiskusi dengan pasangan mengenai masalah Anak
  • Berdiskusi dengan Anak
  • Cari tahu siapa idolanya, atau acara TV kesukaannya.
  • Cari tahu apa Hobinya
  • Cari tahu apa cita citanya
  • Siapa nama kawan yang dia suka dan tidak suka
Masih banyak lagi cara lain yang sebenarnya tidak baku, kita bisa berkreasi sendiri dengan mencoba cara-cara yang cocok dengan budaya yang ada di rumah kita masing masing.
Yang tidak kalah penting adalah senantiasa mengendalikan emosi kita agar kasih sayang tidak berubah menjadi kemarahan, Rasulullah mengajarkan kita agar mendoakan anak kita. Pertanyaannya adalah kapan terakhir kali Ayah Ibu mendo’akan dengan tulus anak-anak kita?
Dari ‘Aisyah Radhiallaahu anha ia berkata: “Suatu kali pernah dibawa sekumpulan anak kecil ke hadapan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , lalu beliau mendoakan mereka, pernah juga di bawa kepada beliau seorang anak, lantas anak itu kencing pada pakaian beliau. Beliau segera meminta air lalu memer-cikkannya pada pakaian itu tanpa mencucinya.” (HR. Al-Bukhari)
Dengan demikian kita bisa senantiasa membangun kedekatan pada anak kita, membuat mereka lebih terbuka pada kita para orang tua. Semoga solusi-solusi yang progresif bisa hadir dalam meningkatkan kualitas anak-anak kita.
Pastikan Anak kita yakin bahwa kita adalah orang tua terbaik mereka, tempat mereka mendapatkan semua cinta, perhatian dan kasih sayang.
Wallahu’alam.

Merawat Cinta Kasih Suami Istri

Merawat Cinta Kasih Suami Istri

Merawat Cinta Kasih Suami Istri
Pembahasan tentang berkeluarga selalu menjadi kajian yang menarik dan menggoda hati setiap insan. Karena memang  keluarga dalam pandangan Islam adalah “labinatul ulaa” (batu pertama) dalam bangunan masyarakat muslim dan merupakan taman yang mendatangkan kasih sayang, ketenangan, kedamaian dan keharmonisan. Kebahagiaan rumahtangga adalah surga kecil yang diharapkan semua orang, sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW : “Rumahku Surgaku..” .
Namun perjalanan berkeluarga dan membina rumah tangga tidak selalu seindah melewati  jalan bertaburan bunga yang harum mewangi, ada kalanya jalan yang dilalui adalah lintasan penuh duri dan bebatuan yang tajam.  Jika tidak diantisipasi dan disikapi dengan tepat,  maka kehancuran rumahtangga menjadi akhir kisah cinta yang pernah dibina.
Beberapa fakta yang menarik untuk kita renungkan :
  • Ternyata dari pasangan yang mengajukan untuk bercerai ke KUA hanya 15% yang dapat didamaikan dan membatalkan perceraiannya.
  • Sedangkan yang 85% terus maju menuju perceraian
  • Bahkan ternyata 2 tahun kemudian 80% dari 15% yang tidak jadi bercerai pada akhirnya bercerai juga.
Jika kita perhatikan fakta diatas,  sepertinya  lebih dari 90% keluarga yang tidak harmonis terancam perceraian.  Lemahnya kesadaran dan keterampilan  memupuk dan memelihara cinta mengakibatkan ketidak harmonisan, kemudian berujung pada musibah perceraian.
Biasanya awal kehancuran itu adalah berkurangnya kemesraan suami istri, dikarenakan lemahnya kesadaran bahwa perjalanan rumahtangga tidak selalu indah, ditambah lagi dengan kurangnya pemahaman bahwa hidup ini hanyalah ujian dari Allah kepada hamba-Nya, termasuk pasangan hidup kitapun adalah ujian tersendiri bagi kita.
Ada sebagian orang diawal pernikahan sangat mengharapkan kesempurnaan pasangannya, dalam perjalanan biduk rumahtangga, semua sifat  dan karakter asli dari pasangan tidak  diterima sebagaimana  adanya. Semua hanya berujung pada kekecewaan. Sebagian lagi menjadi tidak harmonis karena satu sama lain tidak terbuka dalam masalah-masalah kehidupan, sehingga tersumbatnya jalur jalur komunikasi menjadikan suasana rumah tangga semakin misterius.  Dan tidak jarang pula ketidak harmonisan di rumah tangga diakibatkan terbiasa membesar-besarkan masalah yang sebenarnya remeh.
Jika cinta tak lagi bersemi indah, meski tidak bercerai secara fisik tetapi hati  antara yang satu dengan yang lain sebenarnya sudah tidak bertautan lagi. Na’udzubillahi min dzalik.
Maka penting bagi kita merawat cinta kasih agar terhindar musibah rumah tangga. Kita bisa bayangkan jika kita memiliki barang barang berharga yang kita sayangi misal kompunter dan perlengkapan pribadi kita lainnya,  tentu kita akan lakukan maintenant (pemeliharaan/perawatan) untuk memastikan semua dapat digunakan dengan baik saat dibutuhkan. Jika untuk perlengkapan saja kita perlu perawatan, tentu cinta pada pasangan dan anak anak kita jauh lebih penting dari semua perlengkapan rumah tangga kita bukan? Sudah semestinya kita memiliki perhatian khusus dalam  merawat cinta kasih dalam rumah tangga.
Pertanyaannya adalah bagaimana caranya merawat cinta kasih dalam berumahtangga?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada beberapa hal yang mulai hari ini dan seterusnya penting kita perhatikan  dan senantiasa kita rawat, antara lain:
Ketaqwaan
Menurut Sayyid Quth dalam tafsirnya—Fi Zhilal Al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri kehidupan.
Dalam sebuah riwayat juga dikisahkan saat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah taqwa itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian pulalah taqwa!”
Berangkat dari pemahaman kita tentang taqwa, maka dalam mengayuh biduk rumah tangga kita perlu senantiasa mengasah kepekaan hati kita, agar hati kita menjadi penuh dengan kesadaran dalam menjalani semua liku kehidupan kita, senantiasa waspada ketika godaan dan cobaan datang menghadang.
Masalah apapun yang kita hadapi dalam berumah tangga, pastikan pilihan-pilihan sikap, perilaku dan perkataan kita hanya yang di ridhoi oleh Allah. Segarkan selalu cinta pada pasangan kita dengan menyegarkan kesadaran kita, bahwa: “Aku mencintai pasanganku semata mata karena kecintaanku pada Allah.”
Kasih Sayang
Kasih sayang adalah dua kata yang seolah sederhana namun pada kenyataannya tidak sesederhana mengucapkannya. Misal untuk para suami kadang merasa sudah memberikan kasih sayang pada istrinya padahal sang istri justru tidak merasakan apa yang dimaksud oleh suaminya dengan kasih sayang.
Yang saya maksud dengan kasih disini adalah sebuah perwujudan dari perasaan cinta kepada pasangan dengan memberikan nafkah lahir,  sedangkan sayang diwujudkan dalam bentuk nafkah batin untuk keluarga kita.
Terkadang memang terkesan seperti kurang adil jika ternyata kita baru memberi kasih tetapi belum memberi sayang. Atau sebaliknya bisa jadi kita baru memberi sayang tetapi belum dapat sepenuhnya memberi kasih pada pasangan dan keluarga kita.
Dengan senantiasa memperhatikan pemenuhan kasih dan sayang pada keluarga kita insyallah kemesraan akan selalu terjaga kehangatannya.
Kesetiaan
Dalam berumah tangga kesetiaan bukanlah sekedar berdampingan, tetapi yang dimaksud dengan setia termasuk juga menjaga kemuliaan, akal, jaminan hidup, keilmuan, keselamatan jiwa dan keturunan.
Dengan senantiasa berupaya menjaga kesetiaan pada pasangan dan keluarga insyaAllah biduk rumah tangga yang dikayuh akan senantiasa kuat walau badai menghantam. Mari senantiasa memperhatikan kemuliaan pasangan kita, memberikan pendidikan yang terbaik bagi pasangan dan keluarga kita. Hingga benar-benar terwujud rumah tangga yang kuat dan harmonis sebagai penopang peradaban dimasa yang akan datang.
Komunikasi
Komunikasi ibarat air bagi tumbuhan. Tanpa komunikasi cinta kita akan layu, kering dan akhirnya matilah romantisme kehidupan keluarga.
Komunikasi yang baik dengan pasangan dan keluarga memiliki peranan yang penting untuk merawat cinta kasih dalam membina rumahtangga. Bayangkan bila seandainya suami dan istri  jarang berbicara dan tidak mau mendengarkan atau memberikan respon ketika pasangannya mengajak berbicara. Sudah pasti pasangan itu tidak akan saling memahami atau mempunyai hubungan dekat satu dengan yang lain. Mereka hanya akan seperti orang asing yang berkumpul dalam satu atap rumah. Rumah hanya akan menjadi seperti kuburan.
Memang menjalin komunikasi yang baik dengan pasangan dan  keluarga tidaklah semudah membalikkan tangan. Maka sudah semestinya kita membangun kesadaran akan tanggung jawab atas  diri kita masing-masing untuk terus mengusahakan, memelihara, dan mempertahankan agar komunikasi dapat berjalan baik. Namun, meskipun telah diusahakan, terkadang komunikasi itu masih tidak bisa terjalin dengan baik. Perbedaan pendapat, kebutuhan, sifat, atau kemampuan masing-masing pasangan dan anggota keluarga bisa menjadi penyebab ketidaklancaran komunikasi dalam rumah tangga.
Teruslah berkreasi dalam menemukan pola komunikasi terbaik dengan pasangan dan keluarga kita, agar cinta kasih dan keharmonisan senantiasa tumbuh bagai bunga bunga nan indah dalam rumah tangga kita.
Keterbukaan
Ternyata dengan komunikasi saja belumlah cukup, karena bisa saja komunikasi  berlangsung tanpa keterbukaan. Namun kenyataannya keterbukaan itu tidak akan bisa lahir tanpa adanya komunikasi.
Keterbukaan merupakan sikap yang perlu di biasakan bagi pasangan suami istri. Dalam merawat cinta kasih dan memelihara keharmonisan rumah tangga.
Sikap tertutup antara suami istri dan anggota keluarga dapat mendatangkan masalah, sebaliknya keterbukaan akan membawa kebaikan berlimpah bagi pasangan suami istri, atau setidak-tidaknya dapat mengurangi masalah-masalah yang seharusnya tidak terjadi.
Dalam membina rumah tangga keterbukaan itu akan lahir jika kita membiasakan untuk mengomunikasikan segala sesuatu kepada pasangan kita, jangan biarkan pasangan kita menduga-duga dan menjadi kecewa, karena seolah-olah ada yang masih kita sembunyikan.
Dengan keterbukaan maka akan terjadi “Kutahu yang kumau dan kutahu yang kau mau” atau juga “kau tahu yang kau mau dan kautahu yang kumau”
Kejujuran
Dalam mengayuh biduk rumah tangga kejujuran adalah faktor lain yang menjadi pilar penting untuk memelihara cinta kasih dan menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
Rasulullah SAW pernah bersabda :
“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”
Sungguh kejujuranlah yang mengundang kebaikan itu hadir dalam rumah tangga kita. Berbohong adalah sukses jangka pendek, karena sekali ketahuan berbohong oleh pasangan kita maka secara otomatis runtuh sudah benteng kepercayaan, digantikan dengan prasangka dan kecurigaan-kecurigaan.
Kejujuran adalah sukses jangka panjang. Allah SWT dan hati nurani selamanya tidak dapat dibohongi oleh siapapun dan dengan cara apapun.
Kejujuran bukan sekedar tidak mencuri tetapi tidak melakukan tindakan-tindakan yang mencurigakan dalam kehidupan berumah tangga juga merupakan suatu kejujuran.
Ingatlah! Kejujuran itu adalah hal yang tiada ternilai dalam rumah tangga kita. Ingatlah! Kejujuran sesungguhnya telah banyak menyelamatkan rumah tangga dari bencana perceraian.
Semoga Allah senantiasa menjadikan cinta dan kasih saya dalam keluarga kita senantiasa segar dan harum. Hingga terwujudkan hubungan cinta dan saling berkasih sayang dengan memelihara kemesraan dalam kehidupan rumah tangga.
Wallahu’alam.

Mengapa Ada Anak Bodoh

Mengapa Ada Anak Bodoh

Mengapa Ada Anak Bodoh?
Semua manusia, termasuk kita. Dulu jauh sebelum kelahiran kita, sebenarnya kita sudah pernah memenangkan kompetisi yang luar biasa. kita pernah mengalahkan miliaran sel sperma lainnya, dan kemudian hanya kita yang bisa sampai dan menembus sel telur, hingga kita bisa lahir sebagai manusia. Kita adalah pemenang itu. Jika bukan kita pemenangnya tentu kita tidak berada di tempat kita sekarang. Dan bisa membaca tulisan ini.
Namun seiring bertambahnya usia kita begitu pula dengan anak-anak kita, mulai ada yang memiliki anggapan bahwa dirinya, lemah, bodoh, dan tidak memiliki daya saing. Sebuah kenyataan yang dihadapi sekarang dan tidak bisa dihindari adalah model pendidikan disekolah. Institusi pendidikan yang semestinya memberikan motivasi agar anak menemukan dan mengembangkan potensi dirinya sering kali malah menjadi sebuah tempat “pembodohan” bagi anak-anak kita.
Jika kita perhatikan, seringkali di sekolah lah anak mulai mengenalkan bahkan memberikan label-label seorang anak ini termasuk anak yang bodoh dan pintar. Dan parahnya banyak orang tua yang terpengaruh dan percaya bahwa anak mereka adalah anak yang bodoh. Sangat tidak mungkin Allah memberikan label bodoh kepada seorang Anak. Semua anak dilahirkan jenius, sering kali karena mereka tidak menemukan para pendidik yang baik dan bijaklah sehingga membuat anak-anak menyimpulkan diri mereka “bodoh”.
Anak-anak sering menjadi korban pembodohan. Tanpa disadari orang tua, guru, pihak sekolah, sistem pendidikan, telah menghancurkan masa depan anak. Anak-anak diberikan label-label negatif : anak malas, sulit diatur, anak bodoh, anak lambat, kemampuan pas pasan, dan sebagainya. Banyak anak-anak kita yang belum mengerti dan mengenal semua label yang diberikan pada mereka, karena ketidak pahaman mereka, sehingga mereka cenderung menerima saja label tersebut tanpa mengkritisi. Kemudian masuklah semua label tersebut ke alam bawah sadar mereka (subconscioul mind). Sehingga anak telah memiliki program jangka panjang yang berakibat menghancurkan masa depan mereka dengan semua label yang dengan sangat kejam telah dicap di dahi mereka.
Kita tentu punya pengalaman masing masing saat duduk dibangku sekolah dulu. Akibat dari prilaku dan ucapan guru kita, maka sering kali program negatif itu telah bekerja diotak kita. Dalam pelajaran tertentu misalnya, sebagian anak sampai trauma dengan pelajaran tertentu seperti matematika, fisika dan kimia misalnya. Setiap kali mendengar , melihat dan merasakan suatu pengalaman yang ada kaitannya dengan pelajaran tersebut, seketika itu pula bawah sadarnya berkata “Saya tidak bisa!” atau, “Saya anak bodoh!” atau, “Matematika itu sulit!” atau, “Sekolah itu tidak menyenangkan!” atau, “Fisika itu menakutkan!” dan “PR itu siksaan bagi saya.” Sehingga banyak anak yang tidak bisa menikmati masa masa sekolah mereka. Belajar menjadi sangat tidak menyenangkan, karena penuh dengan paksaan dan ketakutan dalam hidup. Pada sebagian orang kondisi bawah sadar yang negatif ini, terbawa terus hingga masa kuliah bahkan sampai dunia kerja. Akibatnya pribadi dengan mental block dan sistem yang selalu melemahkan dirinya, bisa dipastikan mereka akan kesulitan berprestasi dan mewujudkan cita citanya karena sejak awal didahapkan pada masalah, label negatif selalu muncul dalam diri mereka.
Hari ini PR orang tua semakin banyak, disaat dunia pendidikan sudah tidak lagi murni pendidikan. Sistem pendidikan kita saat ini tidak bisa dilepaskan dari politik dan kepetingan golongan tertentu, sehingga sistem pendidikan yang seharus sangat mendesak untuk dibenahi namun tidak bisa dilakukan. Karena bertentangan dengan konflik kepentingan yang lainnya. Disisi lain akhir akhir ini komersialisasi pendidikan semakin kental, bisnis pendidikan menjadi pasar yang sangat menjanjikan bagi kelompok kelompok kapitalis yang selalu ingin memperkaya diri. Seolah membuat diferensiasi dalam pendidikan, namun faktanya mental anak-anak kita semakin hancur.
Saya sering mengulang ulang dalam kelas pelatihan parenting yang saya pandu, bahwa terapis terbaik bagi anak kita adalah orang tua kandung mereka sendiri. Hendaknya orang tua tidak menyerahkan kewajiban pendidikan mental anak kepada sekolah, guru les pelajaran tambahan , psikolog dan lain sebagainya. Orang tua hari ini harus lebih cerdas, jika ingin anak-anak berkembang dengan penuh motivasi dan percaya diri menjalani masa depan mereka.
Standart dan model pendidikan kita saat ini penuh dengan “kepalsuan”. Seorang anak dituntut untuk memiliki prestasi yang tinggi diukur dengan nilai berupa angka angka sebagai laporan prestasi mereka. Nilai nilai yang ada telah menjadi kesepakatan dalam keyakinan bahwa yang pintar adalah mereka yang nilainya besar, dan anak-anak dengan nilai kecil adalah kelompok anak-anak yang bodoh.
Pihak sekolah sering menyarankan bagi orang tua yang anak-anaknya memiliki nilai yang rendah, sebaiknya mengikutkan anak mereka les tambaha. Lagi lagi anak “jebloskan” dalam lingkaran bisnis pendidikan berikutnya. Apakah anak yang telah diberi label bodoh akan menjadi pintar hanya dengan diikutkan les pelajaran tambahan? Saya tidak yakin.
Kita sebagai orang tua mestinya lebih bijak untuk tidak ikut ikutan memberikan label negatif pada anak kita. Satu hal yang perlu kita fahami adalah setiap anak itu dilahirkan genius, Setiap anak dilahirkan cerdas, dan setiap anak dilahirkan dengan keunikan masing masing. Ibarat produk yang ada ditoko toko, masing masing produk memiliki barcode. Masing masing garis pada barcode tentu tidak sama tingginya. Begitu pula dengan anak-anak kita, tidak ada yang sama persis. Tiap anak membawa keunikan mereka sendiri sendiri. Ada anak yang lebih mahir mate matika namun disisi lain mereka lemah dalam kesenian. Ada anak yang sangat tangguh dalam berolah raga namun lemah dalam pelajarah fisika, begitu seterusnya. Orang tua yang bijak adalah orang tua yang berusaha menemukan potensi buah hati mereka, memperhatikan dengan jeli potensi apa yang dominan pada diri anak mereka. Kemudia potensi yang yang dominan inilah yang sebenarnya perlu terus difokuskan peningkatannya agar anak semakin percaya diri bahwa mereka memiliki kecerdasan dan kelebihan yang unik.
Tak perlu panik jika anak-anak lemah dalam pelajaran tertentu. Toh memaksakan anak menguasai pelajaran tertentu yang mereka tidak memiliki minat sama saja membunuh percaya diri anak. Nilai disekolah bukanlah satu satunya ukuran prestasi anak-anak kita, sehingga mereka dengan mudah diberi label bodoh. Mari kita bantu anak-anak kita menemukan diri mereka sendiri, membongkar mental block dalam diri mereka. Dan memotivasi anak kita untuk selalu bersemangat menjadi pribadi yang mampu mewujudkan impian mereka dimasa depan. Bukan hanya mengejar nilai di sekolah.
Semoga kita senantiasa menjadi orang tua yang sabar, dalam memotivasi anak-anak kita menjadi pribadi yang tangguh, penuh dengan keyakinan pada diri mereka, bahwa semua anak adalah anak yang cerdas. Semua itu bisa kita capai jika mulai hari ini dan seterusnya kita belajar menjadi orang tua yang dengan kerendahan hati, mau menghargai dan fokus kepada kelebihan dan prilaku positif anak-anak kita.

Karena sesungguhnya tidak ada anak yang dilahirkan “bodoh”.

Tidak Ada Anak Bodoh


Tidak Ada Anak Bodoh

Pertanyaan ‘apakah ada anak yang bodoh?’ diberikan kepada kami, para Pengajar Muda, sewaktu pretest training kami dulu. Sebelum melangkah lebih jauh, apa jawaban anda terhadap pertanyaan ini? Percayakan bahwa memang ada anak-anak yang dikatakan ‘bodoh’?
Sewaktu acara Kelompok Kerja Guru yang kami adakan beberapa waktu lalu, pertanyaan ini juga diberikan kepada guru-guru di Kecamatan Molu Maru. Dari 10 soal pretest, kami memang menekankan bahwa pertanyaan ini yang wajib dijawab. Hasilnya, sebagian besar menjawab ‘ada’. Malah ada yang jawabannya nendang banget. Ditanya apakah ada anak yang bodoh, jawabannya diberi bonus: ada dan banyak! Kebanyakan menjawab ada, karena tidak dengar-dengaran guru, malas belajar di rumah, atau kebanyakan main.
Secara teoretis, jawaban dari pertanyaan ini memang ‘tidak ada anak yang bodoh’, dengan menggunakan filosofi Multiple Intelligence Gardner. Tapi maafkanlah saya karena tidak akan membahas teori kecerdasan majemuk itu di sini, karena bahasannya pasti telah atau bisa anda dapati di pelbagai sumber. Saya ingin bercerita tentang anak yang ‘bodoh’ dan tidak di sekolah tempatku bertugas.
Pertama kali menjejakkan kaki di Molu Maru, dalam diskusi awal dengan Pak Camat beliau sudah mengatakan bahwa di kecamatan ini pada tahun ajaran sebelumnya baru-baru saja tercipta sejarah karena lebih dari 50% anak di 5 SD di kecamatan ini tidak naik kelas. Ceritanya bermula ketika Pak Camat melihat laporan kenaikan kelas, di mana hampir 100% anak naik kelas terus. Pak Camat lalu turun di sekolah-sekolah, mengecek kebenaran data itu dengan cara yang sederhana: masuk ke dalam kelas dan meminta anak-anak untuk membaca. Ternyata sampai kelas 6 pun ada anak yang hanya melongo saja saat diminta membaca. Saat itulah Pak Camat menginstruksikan semua kepala sekolah untuk tidak menaikkan dulu murid-murid yang belum bisa calistung (baca tulis hitung). Istilah yang digunakan Pak Camat, kita harus ‘memotong rantai pembodohan’ ini. Baiklah, jadi sekarang ada satu istilah bodoh. Bodoh berarti memaksa orang berada di kondisi yang sesungguhnya belum dapat dicapainya sendiri.
Saya lalu masuk ke sekolah, ditugaskan menjadi wali kelas 4. Sebagai guru yang datang dari kota, dan terbiasa menemui anak-anak kota, saya langsung dihadapkan pada anak-anak yang kalau kita tidak sabar dan banyak menahan diri, kata ‘anak-anak ini bodoh’ sudah ada di ujung benak. Saya teringat pada saat saya mengajarkan tentang denah. Agar anak-anak paham , saya sudah menggunakan strategi dengan meminta mereka menggambar kamar mereka. Pertama-tama saya memberi contoh dulu kamarku. Lalu anak-anak setelah menggambar diminta untuk maju menceritakan kamar mereka masing-masing. Pelajaran lalu dilanjutkan panjang lebar dengan meminta mereka lalu membuat denah kelas secara berkelompok. Pada akhirnya di ujung pelajaran, saya bertanya: “jadi, denah itu adalah apa anak-anak?”. Mereka langsung menjawab serentak: “kamar Pak Dedi!”  &5hM%$#@$^&??
Belajar matematika lebih menantang lagi. Saya akhirnya membuang jauh-jauh materi kelas 4, dan kembali ke materi hitung menghitung kela 1 karena sebagian besar belum lancar. Saya akhirnya mengajarkan cara mengghitung 25+14, 32-7, dan seterusnya, selama dua hari berturut-turut. Itupun ada beberapa anak yang harus saya beri pelajaran menghitung dasar secara khusus, karena mereka belum tahu cara menambah 6+4 misalnya. Anak-anak dengan penanganan khusus ini semuanya hanya tahu penjumlahan sebatas 1+1 dan 2+2 saja.
Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, saya banyak berfokus pada mengajar mereka membaca dan menulis. Ada beberapa anak yang sudah bisa membaca, tapi untuk menulis mereka masih butuh waktu sangat lama (menulis 1 paragraf bisa memakan waktu 15-20 menit sendiri), tapi beberapa sama sekali gelap tentang membaca.
Hanuk, adalah salah satu yang paling ‘spesial’. Anaknya kecil, suka tersenyum, dan selalu memasang pose malu-malu saat berdiri dan saya tanya. Permasalahannya adalah dia tidak bisa membaca, menulis, menghitung, namun pada saat saya tanya hanya tersenyum-senymu saja, tanpa bisa menjawab. Saya sampai berkali-kali bertanya: Hanuk bisa bicara ka seng? (Hanuk bisa bicara atau tidak?).
Hanya dijawab dengan senyuman dan kepala yang diputar-putar . Teman-temannya lalu berteriak-teriak: “Bapak guru, Hanuk itu bisa bicara, dia bodoh memang!”. Akhirnya saya hanya mengelus-elus kepala si Hanuk saja sambil berkata kalau setelah kelas ini kita akan belajar khusus berdua (tapi dia lupa juga, selesai kelas dia langsung berlari pulang).
Apa yang anda pikirkan ketika menghadapi anak-anak seperti ini? Mungkin pendapat anda kalau tidak ada anak yang bodoh mulai goyah.  Namun ada cerita lain yang juga membuka mata saya.
Di kelas saya ada seorang murid yang nakalnya minta ampun, namanya Elly namun sering dipanggil Muba oleh teman-temannya (singkatan dari Mubara, nama ikan yang kulitnya berwarna hitam; si Muba ini memang kulitnya hitam). Selain banyak gerak, tingkahnya di kelas juga mirip preman, tidak pernah mau mendengarkan apa yang saya sampaikan. Saat pelajaran menghitung, saya sampai garuk kepala melihat si Muba. Dia tidak bisa menghitung, mencatat pun seringkali enggan karena ia memang belum lancar menulis.
Setelah beberapa hari mempersuasi dia untuk serius belajar dan gagal, saya akhirnya menggunakan cara lain. Setiap perubahan kecil yang dilakukan olehnya selalu saya puji. Saya secara konsisten mengatakan perubahan baru apa yang terjadi pada diri Muba. Seperti misalnya jika di hari itu Muba bisa bertahan sampai akhir pelajaran (biasanya pada saat jam istirahat dia sudah langsung pulang), di depan kelas saya langsung memuji kehebatan Muba karena bisa tinggal sampai akhir kelas. Si berandal ini langsung tersipu malu dan menjadi kikuk, mirip tingkah Hanuk yang saya sebut di atas.
Esoknya, walau tetap masih ramai dan gampang memukul temannya, ia sangat serius belajar. Ia secara aktif datang ke saya dan bertanya cara melakukan penambahan bersusun. Saat pembahasan soal, Muba berkali-kali mengangkat tangan ingin menjawab. Beberapa jawabannya masih salah, tetapi ketekunannya mengerjakan soal bagi saya sudah lebih dari cukup. Muba kemudian menjadi aktif dalam kelas, jika ada yang tidak berbaris dengan baik pada saat masuk kelas ia akan berpartisipasi dalam mendisiplinkannya, walaupun dengan caranya sendiri (dengan memukul anak yang tidak berbaris dengan rapi). Melihat perubahan perilaku kecil yang dilakukan Muba, saya lalu berpikir lagi tentang anak yang ‘bodoh’. Jika sering diberi apresiasi dan dimotivasi sejak dulu, pasti ia bisa masuk kategori anak ‘pintar’.
Contoh lain adalah salah satu siswi saya yang paling bersinar, Nindy. Ia kelas 6, tapi rajin datang ke rumah saya untuk belajar bersama dengan anak-anak lain. Walau dibandingkan dengan anak kelas 6 kebanyakan di kota ia masih jauh tertinggal pengetahuannya, Nindy punya semangat dan kemampuan belajar yang tinggi. Satu hari di rumah pada saat belajar malam saya mengajarkan alfabet A-Z dalam bahasa Inggris. Saat anak-anak lain kelabakan menghafal, Nindy paling bersemangat. Akhirnya anak-anak lain sudah sibuk dengan kegiatan lainnya, hanya beberapa orang yang masih tekun menghafal aksara dalam bahasa Inggris ini. Melihat mereka begitu bersemangat, saya melanjutkan pelajaran dengan cara memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris. Sederhana sih, hanya My name is Dedi, nice to meet you. Tapi bagi anak-anak yang tidak pernah mendengarkan bahasa Inggris seumur hidupnya, lidah mereka masih terputar-putar dengan sebaris kalimat itu.
Nindy adalah salah seorang anak yang paling percaya diri mencoba kosakata baru itu. Beberapa minggu selepas pelajaran malam itu, saya sedang berada di Desa Adodo Molu dalam rangka persiapan 17-an. Si Nindy kebetulan juga datang untuk mengikuti lomba cerdas cermat. Iseng-iseng, saya meminta Nindy memperkenalkan dirinya dalam bahasa Inggris kepada Bagus, teman saya. Ternyata dia dengan percaya diri dan dengan lancar mengulangi yang saya ajarkan: Hello, my name is Nindy, nice to meet you. Wow, saya kaget mendengarnya!
Pada akhirnya, saya kembali ke pertanyaan di awal. Apakah ada anak yang bodoh? Saya mengutip sebuah tweet dari Pak Anies Baswedan beberapa jam lalu: “Kristian 2 thn lalu dibawa dari Wamena Jayawijaya tak bs matematika. Kini raih perunggu olimpiade math. Tak ada anak yang bodoh! “
Saya percaya, anak-anak saya yang tidak bisa baca tulis hitung dengan benar ini bukan dikutuk berkubang dalam kolam kebodohan karena dilahirkan di Molu Maru. Mereka hanya belum meraih tangan-tangan tepat yang bisa menggandeng mereka untuk berjalan selangkah demi selangkah ke gerbang pengetahuan, ke pintu keluar dari pembodohan. Dan adalah tugas kita semua, dengan cara sedekat atau sejauh apapun, sebesar atau sekecilpun, untuk menjadi tangan-tangan itu.